
MALUT, Detik Republik— Nama Irwan Jadid, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kepulauan Joronga, Kabupaten Halmahera Selatan, kembali menuai sorotan tajam. Ia diduga kuat menjadi pelaku utama dalam praktik penipuan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan mencatut institusi Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Maluku Utara, Kamis 19/06/2025.
Dugaan ini mencuat dari pengakuan sejumlah warga Desa Bibinoi yang menjadi korban pada 2019 hingga 2020, saat Irwan masih menjabat di KUA Saketa. Modus yang digunakan adalah menawarkan “jatah formasi” PNS di lingkungan Kemenag dengan iming-iming proses pengangkatan instan.
Korban dijanjikan bahwa Nomor Induk Pegawai (NIP) mereka sudah tersedia dan tinggal menunggu pelantikan. Sebagai syarat, mereka diminta menyetor uang puluhan juta rupiah.
Data yang dihimpun menyebutkan, enam korban menyetorkan uang dengan total kerugian mencapai Rp119 juta. Rinciannya: M.A (Rp24 juta), R.D (Rp15 juta), F.H (Rp10 juta), Y.K (Rp30 juta), R.M.K (Rp30 juta), dan J.R (Rp10 juta). Namun indikasi di lapangan menunjukkan jumlah korban bisa lebih banyak, dan praktik ini bukan insiden tunggal.
“Saya transfer dan antar uang karena yakin, apalagi dia bilang NIP saya sudah ada. Tapi setelah itu, dia blokir nomor saya. Tidak bisa dihubungi sampai sekarang,” Ujar R.D., Korban asal Halmahera Selatan.
Yang memperburuk keadaan, korban diarahkan untuk menyerahkan uang langsung ke Ajid, staf aktif Kemenag Provinsi Maluku Utara, atau mentransfer ke rekening atas namanya.
Beberapa transaksi bahkan dilakukan di dalam Kantor Kemenag Provinsi, ruang kerja resmi yang seharusnya steril dari praktik pungli.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana praktik transaksi seperti ini bisa terjadi di lingkungan kantor kementerian tanpa terdeteksi atau dicegah oleh pimpinan? Fakta ini membuka dugaan adanya pembiaran sistemik dalam tubuh Kemenag Maluku Utara.
“Kalau staf bisa terima uang dari masyarakat di dalam kantor resmi, dan pimpinan diam, maka ini bukan kelalaian. Ini bentuk kegagalan institusi dalam menjaga integritas,” Tegas salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Skema penipuan berjalan terstruktur. Irwan melakukan pendekatan kepada warga, meyakinkan bahwa ia memiliki akses dan kuota formasi PNS. Setelah korban setuju dan membayar, proses seolah berjalan. Namun begitu uang diterima, komunikasi perlahan terputus. Dalam beberapa kasus, korban menyebut pesan tak dibalas, telepon diblokir, dan keberadaan Irwan sulit dilacak.
Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Irwan hanya memberikan jawaban singkat: “Saya juga korban,” tanpa penjelasan lanjutan.
Kalimat ini justru menimbulkan spekulasi baru - bahwa ada kemungkinan keterlibatan oknum lain yang lebih tinggi, termasuk dugaan keterlibatan struktural di lingkup Kanwil Kemenag Provinsi Maluku Utara.
Padahal, berdasarkan regulasi yang sah, tidak ada skema rekrutmen instan atau melalui jalur personal di lingkungan Kemenag.
Pengangkatan PNS dilakukan terbuka dan nasional melalui seleksi berbasis Computer Assisted Test (CAT) oleh BKN, sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, PP No. 11 Tahun 2017, dan KMA No. 387 Tahun 2019.
Jika terbukti bersalah, tindakan Irwan Jadid dan Ajid dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal empat tahun.
Sebagai Aparatur Sipil Negara, keduanya juga dapat dikenai sanksi etik dan administratif dari Inspektorat Jenderal Kemenag serta Komisi ASN.
Yang disayangkan, hingga berita ini diturunkan, Kementerian Agama Provinsi Maluku Utara tidak mengeluarkan klarifikasi, sanksi internal, atau pembentukan tim audit khusus.
Diamnya institusi ini bukan hanya melemahkan upaya penyelesaian, tetapi memperkuat dugaan bahwa praktik semacam ini sudah berlangsung lama dan mendapat ruang dalam sistem.
“Kami bukan hanya minta uang kami kembali. Kami menuntut kejelasan. Karena ini bukan sekadar penipuan. Ini pengkhianatan terhadap harapan rakyat yang ingin jadi abdi negara dengan cara benar,” Ujar F.H.K, korban lainnya.
Sejumlah korban kini tengah mengkaji upaya hukum, baik melalui laporan pidana ke kepolisian maupun pelaporan ke KASN. Mereka mendesak agar kasus ini tidak ditutup dengan pendekatan kekeluargaan atau internal semata, melainkan dibuka terang di hadapan hukum.
Investigasi ini menunjukkan bahwa persoalan di tubuh Kemenag Maluku Utara tidak bisa lagi disembunyikan. Bukan hanya tentang siapa yang menerima uang, tapi tentang bagaimana sistem birokrasi sebuah lembaga keagamaan bisa runtuh oleh kelalaian dan pengkhianatan dari dalam.
Hingga berita ini ditayangkan upaya konfirmasi melalui sambungan Telephone ke pihak Kemenag tidak membuahkan hasil.
Redaksi