Pihak kepolisian bergerak cepat. Dua orang yang diduga sebagai pelaku utama penganiayaan berhasil diamankan oleh jajaran Polsek Sandai. Kanit Reskrim Polsek Sandai, Bripka Carles, mengonfirmasi bahwa kedua tersangka akan segera diserahkan ke Polres Ketapang untuk proses hukum lebih lanjut.
“Hari ini kedua terduga pelaku akan dibawa ke Polres Ketapang untuk gelar perkara dan penetapan status hukum,” ujar Bripka Carles, Selasa (3/6/2025).
Kasus ini mendapat perhatian serius dari para pemerhati hukum dan perlindungan anak. Herman Hofi Munawar dari Education Care Institute menilai penganiayaan terhadap DI sebagai pelanggaran berat yang tidak bisa dianggap remeh. Ia menyoroti dampak psikologis jangka panjang yang mungkin diderita korban, termasuk risiko trauma, kecemasan, dan gangguan perilaku.
“Ini bukan hanya soal luka fisik, tapi luka batin yang dapat menetap seumur hidup. Anak seusia DI sangat rentan. Negara tidak boleh abai,” tegas Herman.
Herman juga menyerukan agar aparat penegak hukum menggunakan pasal-pasal terberat untuk menjerat para pelaku, yakni Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat serta Pasal 80 ayat (2) UU Perlindungan Anak, yang ancamannya bisa mencapai 10 tahun penjara. Ia menolak keras adanya penyelesaian damai di luar jalur hukum.
Masyarakat dan berbagai elemen sipil turut mengawal jalannya kasus ini. Tagar #KeadilanUntukDI ramai diperbincangkan di media sosial sebagai bentuk solidaritas publik dan desakan terhadap aparat agar tidak main-main dalam proses hukum. Tuntutan mereka jelas: keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa kekerasan terhadap anak bukan hanya urusan keluarga, tetapi urusan negara dan masyarakat. DI mungkin tak bisa membela dirinya sendiri, tapi keadilan baginya adalah ujian bagi kita semua—apakah kita cukup berani untuk berdiri melawan kekerasan terhadap yang paling lemah di antara kita.
Sumber : Bripka Carles Kanit Reskrim Polsek Sandai
Editor : Rahmad Maulana