DETIKREPUBLIK ,Sintang,Kalbar – Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Mengkurai, Kecamatan Sintang Kota, terus merajalela tanpa tindakan tegas dari pihak berwenang. Aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat dan menciptakan ketimpangan sosial yang semakin parah. Meskipun berbagai regulasi melarang PETI, praktik ini tetap berjalan seolah hukum tak lagi memiliki taji.
Hasil investigasi di lapangan menunjukkan dampak nyata yang mengkhawatirkan. Aliran sungai yang dulunya jernih kini berubah menjadi keruh dan beracun akibat pencemaran merkuri. Limbah tambang mengalir tanpa kendali, menghancurkan ekosistem sungai yang menjadi sumber utama air bersih bagi warga sekitar. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tindakan ini jelas melanggar Pasal 98 yang mengatur ancaman pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja melakukan pencemaran lingkungan hingga menimbulkan korban atau kerusakan ekosistem.
Tak hanya lingkungan yang menjadi korban, masyarakat sekitar pun merasakan dampak kesehatan yang mengkhawatirkan. Banyak warga mulai mengalami gejala keracunan merkuri seperti gangguan saraf, ruam kulit, dan masalah pernapasan. Padahal, Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009 dengan tegas melarang pembuangan bahan berbahaya dan beracun (B3) ke lingkungan tanpa izin. Sayangnya, hingga kini belum ada tindakan konkret yang mampu menghentikan praktik berbahaya ini.
Selain itu, PETI juga melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sanksi ini seakan tak berlaku. Razia yang dilakukan aparat sering kali hanya bersifat simbolis tanpa penegakan hukum yang serius.
Keuntungan besar dari PETI hanya dinikmati oleh segelintir pihak, sementara masyarakat harus menanggung dampak buruknya. Lahan pertanian yang rusak, air bersih yang semakin langka, dan ketegangan sosial yang meningkat menjadi bukti nyata bahwa PETI lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat. Banyak warga yang ingin bersuara, tetapi mereka memilih diam karena takut akan kekuatan tak kasat mata yang melindungi aktivitas ilegal ini.
Pemerintah dan aparat penegak hukum tidak bisa terus bermain aman. Selain menindak tegas pelaku PETI, mereka juga harus mengungkap siapa saja yang terlibat dalam perlindungan tambang ilegal ini. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan semakin runtuh, dan PETI akan terus menjadi bom waktu yang mengancam masa depan Sintang.
Namun, pendekatan represif saja tidak cukup. Pemerintah harus menyediakan solusi ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat yang bergantung pada PETI. Alternatif seperti program pertanian berkelanjutan, ekowisata, atau industri kreatif bisa menjadi jalan keluar agar warga memiliki sumber penghidupan lain tanpa harus merusak lingkungan.
Jika pembiaran ini terus berlanjut, bukan hanya Sintang yang akan terkena dampaknya, tetapi juga generasi mendatang yang harus menanggung akibat dari kehancuran lingkungan yang terjadi saat ini. Pemerintah harus segera mengambil langkah nyata: menegakkan hukum tanpa tebang pilih dan memastikan keberlanjutan ekonomi bagi masyarakat. Jika tidak, Sintang akan terus tenggelam dalam lingkaran eksploitasi yang menghancurkan masa depan.[AZ]
Sumber:Rahmad