BPN Kubu Raya Diduga Bersekongkol dengan Mafia Tanah, Tolak Transparansi dan Gugat Putusan Hukum -->

Iklan Semua Halaman

PASANG IKLAN ANDA DISINI, HUBUNGI ADMIN

BPN Kubu Raya Diduga Bersekongkol dengan Mafia Tanah, Tolak Transparansi dan Gugat Putusan Hukum

Andi Azwar
Tuesday, 4 February 2025

DETIKREPUBLIK.COM,Pontianak,Kalbar – Dugaan praktik mafia tanah di Kabupaten Kubu Raya semakin mencuat setelah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya resmi menggugat putusan Majelis Komisi Informasi Kalimantan Barat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak. Putusan tersebut sebelumnya memerintahkan BPN untuk menyerahkan dokumen pertanahan terkait sengketa tanah di Jalan Parit Haji Muksin kepada pemohon, Erik Matio Suseno. Alih-alih mematuhi perintah tersebut, BPN memilih jalur perlawanan hukum, yang dinilai sebagai upaya untuk menghindari transparansi sekaligus melindungi kepentingan pihak tertentu.

Putusan Majelis Komisi Informasi Kalbar seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat yang selama ini berjuang melawan ketidakadilan. Dokumen yang diminta, yakni peta bidang tanah lembar 23 dan 24 dari tahun 1984, adalah informasi terbuka yang seharusnya bisa diakses oleh masyarakat sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan Menteri Agraria No. 32 Tahun 2021. Namun, BPN Kubu Raya justru menolak menyerahkan dokumen tersebut, yang semakin memperkuat kecurigaan adanya praktik mafia tanah yang bermain di balik kasus ini.


Sidang perdana di PTUN Pontianak berlangsung tegang. Pihak BPN Kubu Raya datang dengan kesiapan yang dipertanyakan, di mana mereka hanya melampirkan surat kuasa yang ditujukan untuk sidang di Komisi Informasi Kalbar, bukan untuk PTUN. Kesalahan fatal ini menunjukkan indikasi bahwa mereka tidak serius dalam menghadapi persidangan atau bahkan mencoba mengulur waktu. Akibatnya, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan guna memberikan kesempatan kepada BPN untuk memperbaiki dokumen mereka.

Sikap BPN yang terus menghindari transparansi membuat masyarakat semakin geram. Erik Matio Suseno, pemohon dalam kasus ini, menegaskan bahwa dirinya hanya ingin mendapatkan haknya sebagai warga negara. “Kami hanya rakyat biasa yang mencari keadilan. Jika tidak ada yang disembunyikan, kenapa BPN Kubu Raya begitu takut membuka dokumen ini? Kami sudah berjuang selama sembilan tahun dan tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan,” ujarnya dengan nada kecewa.


Kasus ini bukan yang pertama terjadi di Kubu Raya. Banyak warga yang mengalami permasalahan serupa, di mana hak mereka atas tanah dirampas dengan cara-cara yang diduga melibatkan oknum pejabat dan mafia tanah. Warga menduga ada jaringan kuat yang memainkan penguasaan lahan secara ilegal, dengan memanfaatkan celah administratif di BPN untuk memperkaya pihak tertentu. “Jika dibiarkan, kasus seperti ini akan terus terjadi. Kami mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN pusat untuk segera turun tangan dan membersihkan oknum-oknum yang terlibat,” ujar salah satu warga yang ikut mengawal sidang.

Di tengah ketidakjelasan sikap BPN, tekanan publik semakin meningkat. Banyak pihak yang berharap agar PTUN Pontianak dapat bertindak objektif dan tidak tunduk pada kepentingan segelintir elite. Kasus ini menjadi ujian besar bagi sistem hukum dan pemerintahan dalam menegakkan transparansi serta melindungi hak-hak masyarakat kecil dari praktik mafia tanah yang kian merajalela. Jika dibiarkan berlarut-larut, kepercayaan publik terhadap lembaga pertanahan akan semakin runtuh.

Sidang lanjutan pekan depan akan menjadi penentu arah kasus ini. Apakah majelis hakim akan berpihak pada keadilan dan membela hak rakyat, atau justru membiarkan praktik mafia tanah terus berlangsung? Semua mata kini tertuju ke PTUN Pontianak, menanti keputusan yang akan menjadi tolok ukur masa depan penegakan hukum dalam sengketa agraria di Indonesia.[AZ]

Editor:Muchlisin