DETIKREPUBLIK.COM— Serang Raya, Banten-Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang seharusnya membantu masyarakat berpenghasilan rendah dalam membangun rumah layak huni justru menimbulkan polemik di Desa Curuggoong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten.
Pada Jumat (31/01/2025), di kutip dari media Pojok Jurnal com sejumlah warga mengeluhkan keterlambatan pengiriman material, ketidaksesuaian bahan dengan kesepakatan awal, serta dugaan keputusan sepihak dari penyedia barang.
Program yang dijalankan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini bertujuan meningkatkan kualitas rumah tidak layak huni melalui bantuan bahan bangunan dan sebagian dana untuk upah tenaga kerja. Namun, dalam pelaksanaannya, banyak penerima manfaat yang merasa dirugikan akibat ketidaksesuaian dalam distribusi bantuan.
Material Tak Tepat Waktu, Warga Terhambat
Rina (46), salah satu warga penerima bantuan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap keterlambatan pengiriman material.
> “Bahan-bahan datangnya lambat, padahal pembangunan sudah dimulai. Kalau beli sendiri di toko bangunan, malah lebih murah dibanding yang dikirim oleh penyedia,” ujarnya kepada awak media.
Keluhan serupa disampaikan Piona (22), yang ikut membantu bibinya membangun rumah dari bantuan program ini.
> “Yang dikasih hanya hebel 7 kubik, semen 38 sak, pasir dan batu masing-masing satu dam truk, serta kusen pintu dan jendela. Engselnya malah kami beli sendiri. Padahal pembangunan sudah berjalan lebih dari dua minggu,” katanya.
Selain keterlambatan, warga juga mempertanyakan mekanisme pengiriman bahan bangunan. Beberapa penerima manfaat yang telah memiliki material sendiri tetap dikirimi barang yang sama tanpa opsi pertukaran dengan bahan lain yang lebih dibutuhkan.
> “Ada warga yang sudah punya kusen, tapi tetap dikirimi kusen baru senilai Rp 5 juta. Padahal kalau bisa diganti semen, lebih bermanfaat,” tambah Rina.
Transparansi dan Proses Verifikasi Dipertanyakan
Perubahan penyedia material dari Padarincang ke Ciomas juga menjadi sorotan warga. Staf Desa Curuggoong, Nepi, menyebut pihak desa hanya menangani urusan administrasi, termasuk verifikasi kepemilikan tanah bagi warga yang belum memiliki dokumen resmi.
> “Kami hanya mengurus surat kepemilikan tanah, sedangkan pengadaan bahan bangunan itu wewenang pelaksana,” jelasnya.
Nepi juga mengakui adanya kesalahan teknis dalam verifikasi penerima bantuan.
> “Seharusnya setiap kelompok ada tim verifikasinya sendiri. Jika memang ada penerima yang sudah memiliki bahan tertentu, harusnya bisa dicek lebih awal,” tambahnya.
Ketua Sekretariat Bersama Presidium Peduli Bangsa, Iwan Setiawan, menyatakan keprihatinannya terhadap dugaan penyimpangan dalam program ini. Sementara itu, Tim Pendamping Lapangan (TPL) yang bertanggung jawab atas pengawasan program belum memberikan tanggapan atas keluhan warga.
Indikasi Penyimpangan, Dugaan Korupsi Mencuat
Berdasarkan laporan warga dan analisis terhadap pelaksanaan program ini, terdapat beberapa indikasi penyimpangan yang berpotensi melanggar hukum:
1. Penyalahgunaan Wewenang
Penyedia barang diduga mengambil keputusan sepihak dalam distribusi material tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil warga.
Tidak ada tindak lanjut dari pihak desa maupun TPL terkait keluhan warga.
2. Penggelembungan Harga (Mark-Up)
Harga bahan bangunan yang dikirim lebih tinggi dibanding harga pasaran, menimbulkan dugaan adanya mark-up dalam pengadaan barang.
Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, praktik ini dapat dikategorikan sebagai korupsi jika terbukti ada unsur memperkaya diri sendiri atau pihak lain dengan merugikan negara.
3. Penyimpangan dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Perubahan penyedia barang dari Padarincang ke Ciomas dilakukan tanpa sosialisasi yang jelas kepada warga.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap pengadaan harus dilakukan secara transparan dan Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap pengadaan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
4. Potensi Kerugian Negara
Jika terjadi penggelembungan harga dan distribusi barang yang tidak efektif, maka dapat menyebabkan pemborosan anggaran negara.
Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku korupsi yang menyebabkan kerugian negara wajib mengganti kerugian tersebut.
Perlu Audit dan Evaluasi Mendalam
Untuk memastikan program BSPS berjalan sesuai dengan tujuan awalnya, sejumlah langkah perlu segera diambil:
1. Audit dan Evaluasi Program
Pemerintah daerah dan instansi terkait perlu melakukan audit menyeluruh terhadap proses pengadaan dan distribusi material BSPS di Desa Curuggoong.
Evaluasi ini harus mencakup mekanisme pengadaan, harga material, dan efektivitas bantuan terhadap warga penerima manfaat.
2. Peningkatan Transparansi
Warga harus mendapatkan akses terhadap informasi terkait penyedia barang, harga material, serta mekanisme distribusi bantuan.
Pemerintah harus menyediakan kanal resmi bagi warga untuk melaporkan keluhan dan dugaan penyimpangan.
3. Penegakan Hukum
Jika ditemukan unsur tindak pidana korupsi, aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan harus segera melakukan penyelidikan.
Pelaku yang terbukti bersalah harus dijerat dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Optimalisasi Peran Tim Pendamping Lapangan (TPL)
TPL harus lebih aktif dalam verifikasi kebutuhan warga dan memastikan distribusi material berjalan sesuai prosedur.
Harus ada mekanisme pertanggungjawaban bagi TPL yang lalai dalam menjalankan tugasnya.
5. Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan
Warga perlu dilibatkan dalam pemantauan pelaksanaan program melalui kelompok pemantau independen.
Edukasi kepada warga mengenai hak mereka sebagai penerima manfaat juga perlu ditingkatkan.
Kesimpulan
Dugaan korupsi dalam program BSPS di Desa Curuggoong mengindikasikan adanya kelemahan dalam sistem pengelolaan bantuan perumahan swadaya. Kurangnya transparansi, dugaan penyalahgunaan wewenang, serta potensi mark-up harga menjadi persoalan yang perlu diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pemerintah akan semakin menurun. Pemerintah dan pihak terkait harus bertindak cepat untuk memastikan bahwa program ini benar-benar membantu masyarakat, bukan justru menjadi lahan penyimpangan yang merugikan negara dan warga penerima manfaat.
Aldo/Red