Photo saat Mediasi Ahli Waris,Kades dan AHT
DETIKREPUBLIK.COM , Kubu Raya – Sengketa tanah kembali mencuat di Desa Punggur Besar, Kabupaten Kubu Raya, setelah Kepala Desa setempat, Anwar, diduga terlibat dalam penerbitan Surat Pernyataan Tanah (SPT) ilegal. Kasus ini bermula ketika Anwar menerbitkan SPT pada tahun 2021 untuk Abdul Halek Tanggok, meskipun tanah tersebut telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 7010 atas nama Salim Achmad sejak tahun 1984. Penerbitan SPT ini memicu konflik hukum dan mendatangkan tuduhan serius terhadap Anwar sebagai bagian dari praktik mafia tanah.
Abdul Halek Tanggok, yang telah mendirikan bangunan di atas tanah tersebut, diduga menyadari bahwa tanah itu memiliki SHM sah. Namun, dengan dukungan Anwar, ia tetap memanfaatkan SPT untuk mengklaim lahan tersebut. Pihak ahli waris Salim Achmad merasa dirugikan karena tidak pernah memberikan izin atas tanah itu. "Kami tidak pernah menjual atau memindahkan hak kepemilikan tanah ini. SHM kami adalah bukti sah yang diakui hukum," ujar salah satu ahli waris dengan tegas.
Dalam sebuah pertemuan, ahli waris menunjukkan fotokopi SHM Nomor 7010 kepada Abdul Halek dan Anwar sebagai bukti kepemilikan. Namun, Anwar tetap berdalih bahwa saat menerbitkan SPT, ia tidak mengetahui bahwa tanah tersebut telah bersertifikat. Sikap ini memunculkan kecurigaan publik, terutama karena seorang kepala desa seharusnya memahami proses administrasi pertanahan dan wajib memverifikasi legalitas tanah sebelum menerbitkan dokumen baru.
Keanehan semakin terlihat ketika pihak ahli waris meminta salinan SPT dari kantor desa. Anwar mengaku dokumen tersebut hilang, sebuah pernyataan yang dianggap tidak masuk akal dan mengarah pada dugaan penghilangan bukti. "Bagaimana mungkin dokumen sepenting itu hilang? Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi indikasi adanya permainan yang lebih besar," ujar salah satu ahli waris.
Kasus ini memicu perhatian publik karena mengindikasikan praktik mafia tanah yang meresahkan masyarakat. Penerbitan SPT ilegal di atas tanah bersertifikat tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan desa. Hilangnya dokumen SPT semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya sistematis untuk mengaburkan status hukum tanah tersebut.
Ahli waris Salim Achmad kini menuntut agar kasus ini diusut tuntas. Mereka meminta pemerintah daerah, kepolisian, dan instansi terkait turun tangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan Anwar dan Abdul Halek. "Kami hanya ingin keadilan. Hak kami sudah jelas berdasarkan SHM, tetapi sekarang dipermainkan dengan cara yang tidak masuk akal," ungkap ahli waris dengan penuh harap.
Hingga berita ini diturunkan, baik Anwar maupun Abdul Halek belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini. Masyarakat berharap aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap siapa pun yang terbukti terlibat. Kasus ini menjadi ujian penting bagi pemerintah dalam menangani mafia tanah yang kian merajalela dan memastikan hak-hak masyarakat tetap terlindungi sesuai hukum.[AZ]
Editor:Johandi