MI Gagal tidak layak memimpin Maluku lagi
Detik.republik - Mantan Gubernur maluku Pak Murad Ismail (MI) gagal memimpin maluku periode tahun 2019-2024. Seperti yang beliau sampaikan pada Deklarasi Calon Gubernur Maluku bertempat di Lapangan Merdeka Ambon, MI meminta maaf atas tidak maksimalnya memimpin Maluku.
"Maluku yang terkelola secara jujur, bersih dan melayani, terjamin dalam kesejahteraan dan berdaulat atad gugusan kepulauan" hanyalah bualan semata, dengan visi besar tersebut Maluku masih jauh dalam mencapai cita-cita besar Gubernur Maluku yakni pak Murad Ismail.
Miris melihat Maluku dewasa ini dapat ditinjau dari data statistik persentase Maluku sebagai Provinsi Nomor dua di Indonesia Timur yang tertinggal dengan persentase 16.30% bahkan jauh melampaui presentase angka kemiskinan Nasional yang mencapai 9.71%, ditambah lagi dengan belum optimalnya tata kelolah pemerintah, belum optimalnya pengembangan Sumber Daya Manusia serta berbagai masalah pembangunan Infrastruktur (Sarana & Prasarana) yang berjalan di Maluku, sebagaimana termaktub dalam perubahan RPJMD Provinsi Maluku tahun 2019-2024.
Fadhel menjelaskan bahwa biarkan data dan kondisi realita yang berbicara, saya rasa Masyarakat Maluku jeli dalam menyikapi serta melihat Maluku dewasa ini.
Menelik Rencana Strategis Nasional Maluku sebagai salah satu daerah yang masuk dalam Rencana Strategis Nasional tersebut dengan gugusan daerah kepulauan yang luas maluku di mandatkan mendapatkan keistimewaan untuk dapat mengaplikasikan atau menjalan kan Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan bahkan membangun Ambon Newport (AMP) akan tetapi Pemerintah Maluku diduga acuh dalam mendorong terlaksananya LIN dan AMP tersebut, dilihat dari progres dan komunikasi yang masih statnan/jalan ditempat.
Ketidak seriusan pemerintah Provinsi yakni Gubernur sebagai kepala daerah yang tidak serius dalam membangun daerah, saya rasa Tidak layak untuk menjadi patron dan tidak becus dalam menjalankan pemerintahan.
Ditambah lagi arogansi MI dalam memimpin Maluku dinilai tidak layak menjadi pemimpin dalam hal birokrasi koordinasi dalam melantik pejabat eselon 1 dan 2 diduga tidak berkordinasi dengan kementerian dalam negeri RI, selain itu diduga melangar praturan SE Mendagri Nomor:100.2,1.3/1575/SJ serta mengacuh pada Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.