Koperasi atau Kekuasaan Pribadi? Koperasi Jasa TKBM Pelabuhan Laut Wayaloar Disorot atas Dugaan Penyalahgunaan Wewenang . -->
Memuat artikel terbaru...

Iklan Semua Halaman


Koperasi atau Kekuasaan Pribadi? Koperasi Jasa TKBM Pelabuhan Laut Wayaloar Disorot atas Dugaan Penyalahgunaan Wewenang .

Admin Redaksi
Wednesday, 18 June 2025

Wayaloar / Maluku Utara, DetikRepublik.co - Konflik internal mengguncang tubuh  Koperasi Jasa Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Laut Wayaloar  setelah munculnya laporan dari mantan pengurus yang merasa didepak secara sepihak.  Helmi Papadak , salah satu pendiri sekaligus mantan Sekretaris koperasi, mengaku telah diberhentikan tanpa alasan yang sah oleh Ketua Koperasi,  Nasir Kurama , dan menuding bahwa koperasi telah berubah menjadi alat kekuasaan satu orang.

“Saya tidak pernah diberi surat pemberhentian, tidak ada rapat, tidak ada penjelasan. Saya dihapus begitu saja, seolah koperasi ini milik pribadi,” ujar Helmi saat ditemui tim media investigasi. Ia menyebutkan bahwa sejak koperasi didirikan pada 2021, peran dirinya sebagai sekretaris hanya berlangsung sekitar tiga bulan, sebelum akhirnya tak lagi dilibatkan.

 Koperasi Disulap Jadi Otoritas Tunggal 

Dugaan semakin menguat ketika Helmi menyampaikan bahwa Nasir Kurama selama ini memegang seluruh kendali koperasi— merangkap sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara , tanpa mekanisme check and balance. Rekrutmen anggota pun dilakukan secara diam-diam, tidak transparan, dan tanpa melibatkan forum musyawarah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

 “Dia bilang ini koperasinya sendiri. Semua diatur dia. Bahkan, potongan 15% dari upah buruh diduga masuk ke kantong pribadi,”  ujar Helmi dengan nada kecewa.

Ironisnya, koperasi yang semestinya menjadi bentuk usaha kolektif justru dijalankan tanpa  Rapat Anggota Tahunan (RAT) , tanpa laporan keuangan terbuka, dan tanpa keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan.


Investigasi lebih dalam menunjukkan bahwa  Koperasi Jasa TKBM Pelabuhan Laut Wayaloar  juga diduga tak memiliki legalitas operasional yang aktif. Tidak ada laporan kegiatan ke Dinas Koperasi, dan izin resmi terakhir diketahui telah  berakhir masa berlakunya . Informasi dari internal Dinas Koperasi menyebut koperasi tersebut tidak tercatat dalam sistem aktif dan belum memenuhi kewajiban administratif sebagai badan hukum.

 RALB dan Perlawanan Masyarakat Lokal 

Tidak tinggal diam, Helmi bersama sejumlah anggota lainnya kini mendorong  Rapat Anggota Luar Biasa (RALB)  untuk menilai kembali kepengurusan koperasi dan membangun kembali sistem yang partisipatif. Mereka juga telah mengajukan pengaduan ke aparat penegak hukum dan menemui langsung pihak Dinas Koperasi guna mempertanyakan status hukum koperasi.

 “Ini bukan pemberontakan. Ini pembelaan terhadap nilai koperasi. Kami warga asli Wayaloar, dan kami tidak mau koperasi kami dijadikan alat kekuasaan pribadi,”  tegas Helmi.

 Penegasan dari Dinas Koperasi 

Pihak Dinas Koperasi Provinsi maupun Kabupaten ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa  koperasi bukan milik satu orang , melainkan badan usaha milik bersama yang tunduk pada prinsip demokratis, transparan, dan akuntabel. Pemutusan jabatan harus melalui mekanisme musyawarah dan RAT, bukan keputusan sepihak.

 Tuntutan Keadilan dan Perubahan Sistemik 

Helmi dan kawan-kawan kini meminta agar aparat serius menindak dugaan penyalahgunaan wewenang di tubuh koperasi. Ia juga mengimbau agar media dan masyarakat sipil turut memantau agar tidak ada lagi koperasi yang dikelola seperti perusahaan keluarga.

 “Koperasi itu alat pemberdayaan, bukan alat penindasan. Kami berharap keadilan ditegakkan, dan koperasi Wayaloar bisa kembali ke jalur yang benar,”  pungkas Helmi.