
Wayaloar / Maluku Utara, DetikRepublik.co - Konflik internal mengguncang tubuh Koperasi Jasa Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Laut Wayaloar setelah munculnya laporan dari mantan pengurus yang merasa didepak secara sepihak. Helmi Papadak , salah satu pendiri sekaligus mantan Sekretaris koperasi, mengaku telah diberhentikan tanpa alasan yang sah oleh Ketua Koperasi, Nasir Kurama , dan menuding bahwa koperasi telah berubah menjadi alat kekuasaan satu orang.
“Saya tidak pernah diberi surat pemberhentian, tidak ada rapat, tidak ada penjelasan. Saya dihapus begitu saja, seolah koperasi ini milik pribadi,” ujar Helmi saat ditemui tim media investigasi. Ia menyebutkan bahwa sejak koperasi didirikan pada 2021, peran dirinya sebagai sekretaris hanya berlangsung sekitar tiga bulan, sebelum akhirnya tak lagi dilibatkan.
Koperasi Disulap Jadi Otoritas Tunggal
Dugaan semakin menguat ketika Helmi menyampaikan bahwa Nasir Kurama selama ini memegang seluruh kendali koperasi— merangkap sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara , tanpa mekanisme check and balance. Rekrutmen anggota pun dilakukan secara diam-diam, tidak transparan, dan tanpa melibatkan forum musyawarah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
“Dia bilang ini koperasinya sendiri. Semua diatur dia. Bahkan, potongan 15% dari upah buruh diduga masuk ke kantong pribadi,” ujar Helmi dengan nada kecewa.
Ironisnya, koperasi yang semestinya menjadi bentuk usaha kolektif justru dijalankan tanpa Rapat Anggota Tahunan (RAT) , tanpa laporan keuangan terbuka, dan tanpa keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan.

Investigasi lebih dalam menunjukkan bahwa Koperasi Jasa TKBM Pelabuhan Laut Wayaloar juga diduga tak memiliki legalitas operasional yang aktif. Tidak ada laporan kegiatan ke Dinas Koperasi, dan izin resmi terakhir diketahui telah berakhir masa berlakunya . Informasi dari internal Dinas Koperasi menyebut koperasi tersebut tidak tercatat dalam sistem aktif dan belum memenuhi kewajiban administratif sebagai badan hukum.
RALB dan Perlawanan Masyarakat Lokal
Tidak tinggal diam, Helmi bersama sejumlah anggota lainnya kini mendorong Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) untuk menilai kembali kepengurusan koperasi dan membangun kembali sistem yang partisipatif. Mereka juga telah mengajukan pengaduan ke aparat penegak hukum dan menemui langsung pihak Dinas Koperasi guna mempertanyakan status hukum koperasi.
“Ini bukan pemberontakan. Ini pembelaan terhadap nilai koperasi. Kami warga asli Wayaloar, dan kami tidak mau koperasi kami dijadikan alat kekuasaan pribadi,” tegas Helmi.
Penegasan dari Dinas Koperasi
Pihak Dinas Koperasi Provinsi maupun Kabupaten ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa koperasi bukan milik satu orang , melainkan badan usaha milik bersama yang tunduk pada prinsip demokratis, transparan, dan akuntabel. Pemutusan jabatan harus melalui mekanisme musyawarah dan RAT, bukan keputusan sepihak.
Tuntutan Keadilan dan Perubahan Sistemik
Helmi dan kawan-kawan kini meminta agar aparat serius menindak dugaan penyalahgunaan wewenang di tubuh koperasi. Ia juga mengimbau agar media dan masyarakat sipil turut memantau agar tidak ada lagi koperasi yang dikelola seperti perusahaan keluarga.
“Koperasi itu alat pemberdayaan, bukan alat penindasan. Kami berharap keadilan ditegakkan, dan koperasi Wayaloar bisa kembali ke jalur yang benar,” pungkas Helmi.