
Ironisnya, peristiwa ini juga menyeret aspek lain yang lebih tragis, yaitu dugaan kekerasan terhadap anak. Situasi ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76C yang melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Pelaku dapat dijerat pidana penjara hingga tiga tahun enam bulan dan/atau denda sebesar Rp72 juta.
Lebih jauh, akar persoalan yang memicu teror terhadap jurnalis ini berkaitan erat dengan maraknya aktivitas tambang emas ilegal di wilayah tersebut. Sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Minerba, Pasal 158 menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi terancam hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.

Ketua GWI Kalimantan Barat, Alfian, mengecam keras insiden ini. Ia menegaskan bahwa intimidasi terhadap jurnalis adalah penghinaan terhadap demokrasi dan tidak boleh ditoleransi. “Ini bukan hanya serangan terhadap pers, ini bentuk nyata perampasan hak publik untuk mengetahui kebenaran. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang,” tegas Alfian.
Bendahara GWI Kalbar, Andi Azwar, turut angkat suara dan meminta pembentukan tim pencari fakta independen untuk mengusut tuntas kasus ini. Menurutnya, semua instrumen hukum harus digunakan, mulai dari UU Pers, UU Perlindungan Anak, UU Minerba, hingga pasal-pasal pidana umum. “Kami akan kawal kasus ini sampai ke pusat. Semua jaringan mafia dan beking-bekingnya harus dibongkar,” ujarnya.
GWI Kalbar juga mendesak Kapolda Kalimantan Barat, Kapolres Sekadau, dan aparat penegak hukum lainnya untuk segera bertindak. Mereka menolak keras segala bentuk kompromi terhadap aksi premanisme yang berkedok masyarakat dan menuntut tindakan tegas tanpa pandang bulu.
Alfian memperingatkan bahwa jika intimidasi terhadap jurnalis terus dibiarkan, yang terancam bukan hanya keselamatan wartawan, tetapi juga masa depan kebebasan informasi di Indonesia. “Kalau pers dibungkam, bagaimana rakyat bisa mendapatkan fakta? Jangan biarkan ruang publik dikendalikan oleh mafia tambang,” katanya.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen negara dalam menegakkan supremasi hukum dan melindungi demokrasi. Dunia sedang mengawasi, dan bangsa ini harus memilih: tunduk pada kekuasaan gelap atau berdiri tegak di sisi kebenaran.
Sumber : GWI
Editor : Rahmad Maulana