Persekongkolan Emas: Tambang Liar dan Bayang bayang Oknum Aparat -->
Memuat artikel terbaru...

Iklan Semua Halaman


Persekongkolan Emas: Tambang Liar dan Bayang bayang Oknum Aparat

Rahmad Maulana
Sunday, 4 May 2025


Ketapang,DETIKREPUBLIK.COM - Kalimantan Barat Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, kian mengganas dan nyaris tak tersentuh hukum. Investigasi terbaru mengungkap kenyataan pahit. 

tambang liar kini beroperasi secara terang-terangan, seolah mendapat perlindungan tak kasat mata dari oknum penegak hukum. Fenomena ini terpantau pada Sabtu, 3 Mei 2025.


Tim investigasi menemukan aktivitas tambang ilegal skala besar di kawasan Lubuk Toman, Kilometer 26. Di sana, alat berat dan mesin dompeng beroperasi bebas, bahkan dilengkapi sistem administrasi tak resmi yang membuatnya tampak sah. Ironisnya, semua berlangsung tanpa tindakan tegas dari aparat berwenang.


Kerusakan lingkungan pun makin tak terkendali. Air sungai menjadi keruh, lahan tergerus, dan kebun milik warga rusak total. “Kami sudah muak. Air sungai tak bisa diminum, tanaman mati. Tapi tidak pernah ada yang ditangkap,” keluh seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan karena alasan keamanan.


Lebih mencurigakan, setiap kali aparat Polres Ketapang menggelar razia, lokasi tambang sudah dalam keadaan kosong. Para pelaku dan alat berat seolah menghilang tanpa jejak. Warga menduga informasi razia rutin telah bocor ke tangan para penambang.


“Sudah jadi rahasia umum. Kalau polisi mau datang, pelaku tambang sudah kabur duluan,” ujar seorang warga lain dengan nada sinis.


Investigasi mencatat sedikitnya 20 pemilik alat berat dan mesin dompeng yang aktif beroperasi. Beberapa di antaranya: To (2 dompeng, unit HITACHI, pengurus: YU), Ms (2 dompeng, unit SANY H01), Sy (1 dompeng, unit SUMITOMO), Sy untuk Hr (2 dompeng, unit HITACHI), Hn via Ri (1 puso, unit SUMITOMO), Hn via Ar (3 dompeng, unit SUMITOMO), dan Ah via Gdn (3 dompeng, unit CAT). Belasan nama lainnya belum tersentuh hukum.


Ironisnya, saat dikonfirmasi, Kapolres Ketapang justru menyatakan bahwa pihaknya tidak menemukan aktivitas tambang. “Hanya ada ekskavator rusak yang sudah lama ditinggalkan,” ujarnya melalui pesan WhatsApp. Pernyataan ini jelas bertolak belakang dengan kondisi nyata di lapangan.


Lemahnya penegakan hukum diperparah dengan data dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang hanya mencatat empat kasus tambang ilegal dibawa ke pengadilan sepanjang tahun ini—angka yang sangat jauh dari situasi sebenarnya. Tambang emas ilegal ini bukan sekadar soal lingkungan, tetapi juga bentuk pembangkangan terhadap hukum, dengan aktor-aktor yang diduga dilindungi dari dalam sistem. Pemerintah pusat harus segera turun tangan. Ketapang tak butuh janji—tapi aksi nyata untuk memutus rantai tambang ilegal yang merusak alam, merampas hak rakyat, dan mempermalukan supremasi hukum.


Penulis : Rahmad Maulana