TOLAK RUU PENYIARAN
Oleh : Ahmad Berliansyah Primustri Tomagola
Foto : Ahmad Berliansyah Primustri Tomagola |
Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang baru-baru ini diajukan telah menimbulkan kontroversi dan penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu aspek paling kontroversial dari RUU ini adalah adanya pasal yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Larangan ini dianggap bertentangan dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara, melarang penyensoran terhadap pers nasional, serta memberikan hak kepada pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Jurnalisme investigasi memainkan peran penting dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas di masyarakat, terutama dalam mengungkap kasus-kasus yang kompleks dan seringkali tersembunyi dari pandangan publik. Melarang jurnalisme investigasi tidak hanya menghambat tugas pers, tetapi juga berpotensi menyembunyikan kejahatan dan korupsi yang seharusnya diungkap demi kepentingan publik.
Dalam artikel ini, Ahmad Berliansyah Primustri Tomagola kader HMI MPO Cabang Jakarta Selatan menyoroti berbagai pasal dalam RUU Penyiaran yang mengundang kontroversi, serta menguraikan dampak negatif yang mungkin timbul jika RUU ini disahkan.
Penulis juga mengusulkan langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh masyarakat untuk mengawal dan menolak pengesahan RUU ini.
Ada beberapa pasal yang sanagat mencuri perhatian dalam RUU ini
Dalam Pasal 50B ayat (2) huruf
Setelah memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana di maksud pada ayat
1 Standar isi siaran (SIS) memuat larangan mengenai penayangan ekslusif jurnalistik investigasi.
Bagaimana mungkin Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran tidak mengalami penolakan dari berbagai kalangan, jika di dalam draf tersebut terdapat pasal yang melarang jurnalisme investigasi. Ketentuan ini sangat bertentangan 4dengan amanat yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang berisi 4 ayat:
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Dengan paparan pasal di atas bisa dilihat sangat bertolak belakang sengan RUU Penyiaran yang akan di sahkan. Apa sebenarnya jurnalisme investigasi itu? Jurnalisme investigasi adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, penulisan, penyuntingan, dan penerbitan berita yang bersifat investigatif. Ini melibatkan penelusuran panjang dan mendalam terhadap suatu kasus yang dianggap memiliki kejanggalan. Selain itu, investigasi juga mencakup penelusuran kasus-kasus yang bersifat rahasia.
Bayangkan, jika nanti ada kasus yang terbilang aneh dan tidak tuntas ditangani oleh pihak berwenang, namun para jurnalis dan media lainnya tidak dapat menyelidikinya lebih lanjut karena dilarang oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ini akan berbahaya, terutama jika ada kasus korupsi yang tidak terungkap akibat pengesahan RUU ini.
Langkah-langkah yang penulis usulkan untuk mengawal kasus ini meliputi, penyebaran informasi mengenai kontroversi RUU Penyiaran ini melalui berbagai media, pembukaan forum-forum diskusi untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa sebagai konsumen media, karena konsumen juga akan terancam jika RUU ini disahkan. Langkah terakhir yang diusulkan adalah AKSI.