Pemkot Semarang Beri Pendampingan Psikologi dan Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual di Kota Semarang -->

Iklan Semua Halaman

PASANG IKLAN ANDA DISINI, HUBUNGI ADMIN

Pemkot Semarang Beri Pendampingan Psikologi dan Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual di Kota Semarang

POLTAK
Friday 24 November 2023
SEMARANG, DETIK REPUBLIK -- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang memberikan pendampingan psikologi dan bantuan hukum kepada korban kekerasan seksual di Semarang Barat. 

Kepala DP3A Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki mengatakan, telah mendapat laporan terkait kasus kekerasan seorang guru terhadap muridnya. Dia mengaku prihatin dengan kejadian tersebut.

Kasus itu merupakan tindak pidana. Pihaknya pun menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Sementara, DP3A memiliki tugas untuk melakukan pendampingan. 

Laporan yang diterima DP3A, ada 17 korban kekerasan seksual yang dilakukan guru. Pihaknya telah memohon kepada orang tuanya untuk mendampingi korban.

"Kami minta izin kepada orang tua karena tidak semuanya mau. Kita minta ke orang tua, kalau diperkenankan kami mendampingi karena korban pasti trauma," tutur Ulfi, saat Sosialisasi Undang-Undang Tindak Pindana Kekerasan Seksual, di Hotel Kesambi Hijau, Kamis (23/11/2023). 

Ulfi memaparkan, DP3A memiliki unit pelaksana teknis daerah (UPTD) yang siap memberikan pendampingan psikologi dan hukum. Ada dua psikolog dan satu lawyer yang siap melayani warga jika terjadi kasus kekerasan. 

"Korban akan jadi saksi di pengadilan. Mereka tentu butuh pendamping bisa, menggunakan lawyer sendiri. Namun, kami juga siap melayani dengan gratis," katanya. 

Lebih lanjut, Ulfi menyebut, data kekerasan di Kota Semarang sepanjang 2023 ini sebanyak 199 kasus. Sebanyak 21 korban merupakan anak-anak, dan sisanya merupakan perempuan.

"Sejauh ini, tidak ada korban laki-laki," ungkapnya.

Dia mengajak seluruh pihak bersama-sama mencegah kekerasan pada perempuan dan anak. Pemerintah membutuhkan kerjasama seluruh pihak. Apalagi, biasanya pelaku kekerasan merupakan orang terdekat korban. Tentu, hal ini dapat mendatangkan trauma yang berkepanjangan. 

"Kami harap kekerasan tidak terjadi kepada siapapun. Kami butuh kerjasama. Masyarakat bisa berpartisipasi dalam pencegahan. Partisipasi keluarga juga sangat dibutuhkan," ucapnya. 

Menurutnya, partisipasi keluarga bisa diwujudkan dengan menguatkan edukasi moral, etika, agama, maupun budaya. Selain itu, keluarga juga harus membangun komunikasi yang berkialitaa antaranggota keluarga, membangun ikatan emosional, serta menjaga anggota keluarga dari pengaruh negatif lingkungan dan pergaulan bebas. (*)